Sabtu, 08 Januari 2011

Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan

Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.


UPAYA PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras karena kondisi saat ini, AKI 307 per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH. Hal itu sambutan Menkes yang dibacakan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita Hendardji, MPH dalam acara Kampanye Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Penggunaan Buku KIA, bekerja sama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), di Jakarta (3/2/2010).
Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan penurunan AKI dan AKB antara lain mulai tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang difokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program Kesehatan Ibu dan Anak.
Untuk tahun ini, sebanyak 300 Puskesmas di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua memperoleh dana operasional sebesar Rp 10 juta per bulan. Mulai tahun 2011, seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan mendapatkan BOK.
Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia), infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran), tambah Menkes.
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya di tingkat keluarga, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan “stiker” ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan.
Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
“P4K berperan dalam pencapaian salah satu target program 100 hari Kementerian Kesehatan yaitu terdatanya ibu hamil di 60.000 desa di seluruh Indonesia. Saat sudah terdata 3.122.000 ibu hamil di 67.712 desa,” papar Menkes.
Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami dan keluarga memiliki pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas; asuhan perawatan ibu dan bayi; pemberian ASI; jadwal imunisasi; serta informasi lainnya. Semua informasi tersebut ada di dalam Buku KIA yang diberikan kepada ibu hamil setelah didata melalui P4K. Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil serta pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5 tahun. Buku ini dapat diperoleh di Puskesmas, jelas Menkes.
Pada kesempatan tersebut Menkes mengajak semua ibu hamil, suami dan keluarga melaksanakan P4K. Kepada organisasi profesi dan rumah sakit menyediakan dan menggunakan Buku KIA di sarana kesehatan lebih ditingkatkan.
Menurut Menkes, upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan akan lebih optimal apabila semua khususnya Pemerintah Daerah berperan aktif, mendukung dan melaksanakan semua program percepatan penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga perlu dukungan pihak swasta baik dalam pembiayaan program kesehatan melalui CSR-nya maupun partisipasi dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta.
Menkes berharap kampanye ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dapat diikuti oleh pihak-pihak lain sehingga “Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga” menjadi slogan bersama.
Menkes juga menyambut gembira atas keterlibatan SIKIB dalam kampanye P4K sebagai upaya memajukan kesehatan ibu dan anak. Menkes juga menyampaikan apresiasi atas peran PKK yang telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program kesehatan terutama KIA di lapangan.
Sumber :
• Waskitho. Pengembangan Sistem Kesehatan Masyarakat Indonesia Berbasis Partisipasi Seluruh Masyarakat Mengahadapi Era Globalisasi.
• http://crackbone.wordpress.com/2010/01/27/pengembangan-sistem-kesehatan-masyarakat-indonesia-berbasis-partisipasi-seluruh-masyarakat-menghadapi-era-globalisasi/. Rabu, 13 Oktober 2010

Kesenjangan dalam Hal Pendidikan

Kesenjangan Antara Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan
Kesenjangan dalam Hal Pendidikan
Kesenjangan sosial merupakan fenomena masyarakat yang bersifat global, terjadi baik di negara maju ataupun terbelakang. Proses integrasi ekonomi global cenderung akan mempertajam perbedaan kelompok kaya dan kelompok miskin. Lembaga studi di Amerika Serikat, misalnya, Institute for Policy Study sebagaimana dimuat pada Herald Tribune, 24 Januari 1997, mengemukakan bahwa ekonomi global akan menciptakan kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin yang luar biasa.
Bagi negara sedang berkembang, seperti di Indonesia, kesenjangan sosial bisa merupakan ancaman keamanan nasional sebab ketimpangan sosial ini akan berakumulasi dan bersinergi dengan berbagai persoalan masyarakat yang kompleks. Ujung-ujungnya, persoalan ketimpangan sosial ekonomi tersebut akan mengganggu proses pembangunan ekonomi. Kesenjangan yang dibicarakan di sini adalah kesenjangan yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Pendidikan sendri tak bebas dari ketimpangan sosial.
Menurut sosiolog Randall Collins dalam The Credentiai Society: An Historical Sosiology of Education and Stratafication, mengemukakan bukti-bukti bahwa justru pendidikan formal merupakan awal dari proses stratafikasi sosial itu sendiri.
Di Indonesia hal ini didukung dengan adanya pola perjalanan sekolah anak yang berbeda dari kalangan keluarga mampu dan kalangan keluarga tak mampu.
Anak dari kalangan berada memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memasuki sekolah yang baik semenjak dari TK sampai jurusan-jurusan pilihan di universitas pilihan. Sebaliknya, sebagian besar anak dari golongan masyarakat yang tidak mampu harus menerima kenyataan bahwa mereka harus rela memasuki sekolah yang tidak berkualitas sepanjang masa sekolahnya. Di kota tidak jarang sekolah- sekolah yang dinilai kurang bermutu cenderung akrab dengan kemiskinan dan keterbelakangan . Di samping itu lingkungan sekolah yang tidak berkualitas cenderung memunculkan kekerasan . Anak-anak dari keluarga miskin yang berada di sekolah-sekolah yang " tidak bermutu " sadar bahwa mereka tidak akan mampu bersaing dengan anak-anak dari keluarga mampu yang mengenyam pendidikan pada sekolah-sekolah yang bermutu tinggi . Latar belakang keluarga yang didominasi oleh kemiskinan ini menjadikan mereka yang semula menganggap sekolah sebagai surga, ternyata mengalami kenyataan yang berbeda. Di sekolah mereka sering menemui kenyataan betapa sulit untuk menjadikan guru sebagai panutan dan sekaligus pengayom. Interaksi di sekolah justru semakin menjadikan mereka frustrasi. Sekolah tidak memberikan kesempatan mereka untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. Keadaan bertambah buruk manakala banyak guru dapat dikatakan tidak mampu lagi menciptakan hubungan yang bermakna dengan para siswa dengan baik. Hal ini dikarenakan beban kurikulum yang terlalu sarat di samping kondisi sosial ekonomi menyebabkan guru tidak dapat berkonsentrasi dan melakukan refleksi dalam melaksanakan pengabdian profesionalnya. Tanpa ada kontak yang bermakna dan berkesinambungan antara guru dan siswa, guru tidak akan mampu mengembangkan wawasan siswa mengenai perilaku masa kini demi keberhasilan di masa depan.
Keadaan ini yang membawa perbedaan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dalam hal pendidikan.

TUJUAN PEMBANGUNAN

TUJUAN PEMBANGUNAN

Tujuan pembangunan
Tujuan dari pembangunan kesehatan di masyarakat adalah sebagai meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kesejahteraan maka pemerintah telah menetapakan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu SDM di berbagai sektor serta masih menitik beratkan pada program-program pra-upaya kuratif dan rehabilitatif yang didukung oleh informasi kesehatan secara berkesinambungan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat, lingkungan sehat dan memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas di tahun 2010. (Wijono.1999)
Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan di masyarakat, ada strategi untuk itu, yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, rata dan terjangkau.
4. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Akan tetapi keberhasilan pembangunan kesehatan menurut Azwar, 1996, tidak akan terwujud tanpa kerja keras dan dukungan dari semua pihak serta sangat dipengaruhi oleh peran aktif semua pihak termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat serta pihak swasta.
Oleh karena itu magang yang dilaksanakan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesahatan (STIK) Makassar sebagai suatu proses pembelajaran dalam rangka sosialisasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa STIK Makassar sebagai salah satu persyaratan akademis yang harus dipenuhi sebelum mahasiswa yang bersangkutan menyelesaikan studinya dan mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Sumber :
• http://www.tugaskuliah.info/2010/06/tujuan-pembangunan-kesehatan-indonesia.html

NILAI FILOSOFI DALAM PEMBANGUNAN

NILAI FILOSOFI DALAM PEMBANGUNAN
Pembangunan nasional pada dasarnya memiliki arti penting dan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Disebabkan karena pembangunan hukum nasional merupakan upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang disyaratkan pada pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan hukum yang dilandasi oleh nilai dasar atau nilai ideologis, nilai historis, nilai yuridis serta nilai filosofinya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat untuk dapat menikmati rasa keadilan, kepastian manfaat hukum yang pada akhirnya akan bermuara pada pembentukan sikap dan kesadaran masyarakat terhadap hukum.
Pentingnya hukum dibangun agar hukum dapat menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat yang kita harapkan. Hukum juga dapat berperan sebagai objek pembangunan dalam rangka mewujudkan hukum yang ideal sesuai dengan nilai-nilai hidup di masyarakat.
Dalam hal mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan (baik nasional maupun daerah) maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada didaerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan penikmat hasil pembangunan. Itu berarti pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibanding dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth).
Pembangunan berwawasan kependudukan ada suatu jaminan akan berlangsung proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki.
Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Sumber :
Harjito Notopuro, Konsep Filsafat Hukum Pembangunan Nasional, Jakarta P.T Raja Grafindo, 1993
www.google.com, nilai falsafah pembangunan masyarakat